Pasti kamu sering denger, kan, kalau orang Hindu itu pantang banget makan sapi. Kayaknya udah jadi aturan paten. Sapi itu suci, titik.
Tapi… kok, fenomena Hindu Bali makan daging sapi itu kelihatan biasa aja? Kamu mungkin bingung pas liburan di Bali dan gampang banget nemu menu sate sapi, rawon, atau bakso sapi? Lho, lho, gimana ceritanya, nih?
Tenang, kamu nggak salah lihat. Ini bukan penyimpangan. Jawaban kenapa Hindu Bali makan daging sapi itu simpel: emang beda ceritanya. Meskipun sama-sama Hindu, “per-sapi-an” antara di India dan di Bali itu punya pendekatan yang beda, Gaes.
Tim India: Sapi adalah “Ibu”
Oke, kita terbang dulu ke India. Di sana, sapi emang dapet respect level VVIP. Kenapa?
Alasan utamanya so sweet banget: sapi dianggap sebagai simbol “Ibu”. Soalnya, sapi ngasih susu, yang dari dulu jadi sumber gizi utama buat menopang kehidupan. Wajar dong, kalau yang ngasih kita makan (susu) kita hormati setara Ibu sendiri?
Cara hormatnya juga niat, pakai dikasih bunga, dinyalain pelita, sampai dikasih makanan enak. Mirip kayak kita hormat ke orang tua atau tamu penting lah.
Alasan kedua, secara mitologi, Lembu (Nandi) itu ‘kendaraan’ dinasnya Dewa Śiva. Dewa utamanya aja naik Nandi, masa iya kita makan? Jadi, status sucinya makin dobel. Ini alasan utama kenapa di sana, makan sapi itu tabu banget.
Tim Bali: Kenapa Hindu Bali Makan Daging Sapi?
Nah, sekarang kita balik ke Bali. Di sinilah letak perbedaan signifikannya.
Orang Bali (dan umumnya orang Asia Tenggara) secara sejarah itu bukan peminum susu sapi. Kita tim kopi tubruk atau es teh, hehe. Sapi asli Bali itu tipenya “sapi pekerja keras”, yang bantu bajak sawah, atau ya… ujung-ujungnya jadi sapi potong. Bukan tipe sapi perah yang santai.
Karena nggak ada history ‘nyusu’ bareng, konsep “Sapi adalah Ibuku” jadi kurang relateable di Bali.
Hasilnya? Masyarakat umum di Bali ya santai aja. Fakta bahwa Hindu Bali makan daging sapi ini dianggap biasa.
Eits, tapi ada tapinya. Khusus untuk para pendeta Brahmana yang sudah ditahbiskan (disebut Sulinggih), mereka baru pantang makan daging sapi. Tapi jangan salah, mereka bukan vegetarian lho. Menu babi guling atau ayam betutu sih masih lanjut. Cuma sapi aja yang di-skip.
Jadi, Apa yang “Suci” di Bali? Jawabannya: Karbohidrat!
Kalau di India yang dihormati banget itu sapi, di Bali apa dong? Jawabannya adalah… Padi! Yap, nasi yang kita makan tiap hari.
Bagi masyarakat agraris Bali, beras adalah sumber kehidupan yang sesungguhnya. Beras dianggap sebagai perwujudan dari Dewi Sri (Dewi Kemakmuran dan Kesuburan).
Penghormatan ke Dewi Sri ini kelihatan banget di kebiasaan sehari-hari:
- Nggak Boleh Buang Nasi: Pernah dibilangin, “Jangan buang nasi, nanti nasinya nangis”? Di Bali, itu dipegang teguh banget. Membuang nasi itu dianggap kualat atau nggak menghormati Dewi Sri.
- Bahan Utama Sesajen: Hampir semua banten (sesajen) pasti pakai beras atau nasi.
- Persembahan Pertama: Nasi pertama yang baru matang di pagi hari, biasanya diambil sedikit dulu untuk dipersembahkan (matur) sebelum keluarga mulai makan.
Intinya: Hormati “Dapur” Kamu!
Jadi, kalau ditarik benang merahnya, intinya sama aja, kan?
Baik sapi di India maupun padi di Bali, dua-duanya dihormati banget dengan alasan yang sama persis: menghormati sumber makanan dan kesehatanmu.
Cuma aturannya aja yang beda, disesuaikan sama kondisi lokal:
- Tim India: Daging sapi jangan dimakan, tapi susunya kita minum.
- Tim Bali: Nasi dimakan, tapi tidak boleh dibuang. (Dan ya, ini menjelaskan kenapa Hindu Bali makan daging sapi sebagai lauknya).
Keren, ya? Ternyata intinya bukan soal kaku-kakuan aturan, tapi soal rasa syukur kita sama apa yang bikin kita tetap hidup dan kenyang.