ORASI

Kopi Bali: Bahan Bakar Toleransi di Pulau (Yang Katanya) Surga

Orang bilang Bali itu surga dunia. Tempat di mana spiritualitas bertemu beach club, dan kemacetan adalah bagian dari healing. Tapi lupakan sejenak para influencer yang sedang pose yoga di tengah sawah atau bule yang (entah kenapa) selalu lupa pakai baju saat naik motor. Ada satu potensi Bali yang jauh lebih penting untuk kelangsungan hidup manusia di pulau ini: Kopi.

Ya, kopi. Bubuk hitam ajaib yang legal, yang jadi satu-satunya alasan kita bisa tersenyum (palsu) pada turis yang bertanya “di mana pantai?” padahal dia sedang berdiri di atas pasir. Bali bukan cuma soal pariwisata yang overrated; pulau ini adalah pabrik kafein serius yang membantu ekonomi tetap berjalan dan membantu penduduk lokal agar tidak saling membunuh di lampu merah By Pass Ngurah Rai.

Tanpa kopi, Bali mungkin sudah kolaps sejak lama, tenggelam dalam lautan smoothie bowl dan antrean digital nomad yang pura-pura sibuk di kafe.

Daerah Kekuasaan Kafein: Di Mana Mereka Tumbuh?

Kopi-kopi ini tidak tumbuh di coworking space atau beach club. Mereka tumbuh di dataran tinggi, tempat-tempat di mana udaranya masih bersih dan view-nya terlalu bagus untuk petani, tapi pas untuk latar foto pre-wedding.

1. Kintamani (Kabupaten Bangli) Ini adalah kawasan VVIP-nya kopi Bali. Tumbuh di tanah vulkanik dingin di lereng Gunung Batur, Kopi Arabika Kintamani diperlakukan seperti anak emas.

  • Jenis Kopi: Arabika.
  • Rasanya: Katanya sih fruity dengan sedikit citrusy (baca: asam). Ini adalah kopi yang kamu minum sambil memandang danau, merasa artsy, dan mengeluh soal hidup—padahal harga kopinya setara UMR harian. Kopi Kintamani ini juga pakai sistem irigasi Subak Abian, yang saking tradisional dan rumitnya, mungkin kopinya sendiri sudah stres duluan sebelum dipanen. Pantas saja rasanya kompleks.

2. Pupuan (Kabupaten Tabanan) Jika Kintamani adalah si socialite, Pupuan adalah sepupunya yang pekerja keras dan lebih tough. Ini adalah daerah kekuasaan Kopi Robusta.

  • Jenis Kopi: Robusta.
  • Rasanya: Pahit. Kuat. Nendang. Ini bukan kopi untuk story Instagram. Ini kopi untuk diminum biar kuat meeting seharian, biar tidak tertidur saat presentasi bos yang membosankan, atau biar mata tetap melek saat terjebak macet total di jalur Canggu-Seminyak.

3. Wilayah Lain (Buleleng & Badung Utara) Ada juga kopi-kopi lain yang tumbuh di pelosok-pelosok pulau, tapi Kintamani tetap yang paling sombong karena sudah punya sertifikat Geographical Indication (IG). Pada dasarnya, kopi-kopi ini tumbuh di mana saja asal cukup tinggi dan cukup jauh dari kebisingan Seminyak.

Produk Akhir: Dari Biji Suci Sampai “Limbah” Mewah

Setelah dipetik (seringnya oleh petani yang mungkin dibayar tidak seberapa dibanding harga jualnya di kafe), biji-biji ini diolah jadi beberapa produk.

1. Kopi Bali (Kopi Tubruk) Ini adalah bentuk paling jujur dari Kopi Bali. Bubuk kopi hitam pekat diseduh air panas, disajikan lengkap dengan ampas-ampasnya. Ampas ini akan menyangkut di gigi kamu, sebagai pengingat konstan bahwa hidup itu memang pahit dan selalu ada sisa masalah yang mengendap di dasar.

2. Kopi “Normal” (Arabika Olahan) Ini adalah kopi yang sudah di-gentrifikasi. Biji Arabika Kintamani dicuci bersih, dijemur, di-<em>roasting</em> dengan tingkat presisi yang lebih akurat daripada ramalan cuaca BMKG, lalu diseduh dengan metode V60, Aeropress, atau mesin espresso seharga motor. Rasanya enak, tapi dompet kamu akan menangis.

3. Kopi Luwak (Puncak Ironi Konsumerisme) Nah, ini dia. Bintang utamanya. Kopi Luwak adalah bukti bahwa manusia akan melakukan apa saja demi gengsi, termasuk minum sesuatu yang sudah melewati seluruh saluran pencernaan hewan.

Prosesnya jenius sekaligus menjijikkan:

  1. Seekor luwak (musang) yang mungkin sedang depresi, dipaksa makan biji kopi paling enak.
  2. Biji itu “diproses” di dalam perutnya, difermentasi oleh asam lambung dan enzim.
  3. Biji itu keluar lagi bersama kotoran lainnya.
  4. Biji (yang sudah jadi kotoran) itu dikumpulkan, dicuci (semoga saja sampai bersih), dikeringkan, dan dijual dengan harga yang bisa dipakai untuk DP rumah KPR.

Orang rela membayar jutaan rupiah untuk minum kopi yang, pada dasarnya, adalah kotoran daur ulang. Ini adalah dark joke terbaik yang diciptakan oleh industri pariwisata.

Jadi, lain kali kamu menyeruput cappuccino di kafe Ubud sambil mengeluh soal koneksi internet yang lambat, ingatlah: Kopi Bali adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Ia adalah bahan bakar yang membuat pulau ini tetap waras di tengah invasi turis dan logika harga properti yang makin tidak masuk akal.

Minumlah Kopi Bali. Setidaknya, jika liburan kamu berakhir zonk, kafeinnya tetap worth it.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *