ORASI

Mulat Sarira: Hobi Kuno yang Nggak Direkomendasikan Buat Kamu yang Nggak Siap Kena Mental

Di era di mana “self-love” adalah koar-koar utama dan “healing” adalah agenda wajib setiap long weekend (meskipun cuma pindah overthinking dari kosan ke kafe aesthetic), ada satu konsep kuno yang mungkin bikin itinerary “penyembuhan diri” kamu jadi berantakan.

Namanya Mulat Sarira.

Secara harfiah, artinya “melihat diri sendiri” atau gampangnya, “ngaca.”

Tapi tunggu dulu. Ini bukan “ngaca” versi kamu ngecek story IG pake filter Paris biar kelihatan glowing. Ini bukan “ngaca” buat mastiin angle foto OOTD kamu udah pas. Ini “ngaca” versi brutal, unfiltered, no-cut, yang bisa bikin kamu pengen melempar HP dan mempertanyakan seluruh eksistensi kamu.

Ini bukan istilah yang dibikin life coach kemarin sore di TikTok. Ini ajaran filosofi kuno, warisan leluhur—bisa dari Jawa, Sunda, atau Bali—yang mungkin sekarang lagi geleng-geleng kepala lihat cucunya lebih milih tarot reading online daripada self-reflection beneran.

“Ngaca” yang Nggak Aesthetic

Kita hidup di zaman di mana validasi adalah mata uang. Kita curate hidup kita biar sempurna di layar. Kita adalah hakim paling cepat di kolom komentar. Kita gampang banget bilang, “Dih, problematic banget si A,” atau “Toxic banget mantannya si B.”

Kita sibuk banget nge-zoom kesalahan orang lain, sampai lupa nge-zoom diri sendiri.

Di sinilah Mulat Sarira masuk. Bukan sebagai self-care lucu-lucu yang kamu pamerin di close friends. Mulat Sarira adalah duduk diam di kamar jam 2 pagi—bukan karena nungguin chat—tapi beneran mikir:

“Kok aku tadi di tongkrongan motong omongan orang terus ya?” “Kenapa aku iri banget lihat temen aku sukses?” “Aku marah-marah ke orang rumah, padahal yang bikin masalah aku sendiri di kantor. Sehat aku?” “Jangan-jangan… selama ini yang toxic itu aku?”

Ini adalah level introspeksi yang nggak nyaman. Nggak ada positive affirmation di sini. Yang ada cuma realita mentah. Konsep ini percaya kalau kamu nggak bisa paham dunia (makrokosmos) kalau kamu belum beres sama isi kepala kamu sendiri (mikrokosmos). Jadi, sebelum kamu nyalahin privilege orang, Mulat Sarira nyuruh kamu ngecek privilege kamu sendiri. Sebelum kamu komplain soal ‘the system’, kamu disuruh cek, jangan-jangan kamu sendiri bagian dari ‘the system’ yang bermasalah itu.

Mulat Sarira adalah saat kamu sadar bahwa musuh terbesar kamu, si villain utama dalam cerita hidup kamu… ya kamu sendiri.

Mulat Sarira di Era Cancel Culture

Ironi terbesar generasi kita adalah: kita menuntut akuntabilitas dari semua orang, kecuali diri kita sendiri.

Kita paling jago jadi polisi moral di Twitter. Kita siap dengan obor dan pitchfork digital kalau ada yang salah ngomong sedikit aja. Kita menuntut orang lain untuk “belajar lagi,” “baca lagi,” “lebih aware.”

Mulat Sarira adalah “UNO Reverse Card” untuk itu semua.

Sebelum kamu ngetik, “Bro, this ain’t it,” ke orang lain, Mulat Sarira nanya ke kamu, “Bro, are YOU it?”

Orang dulu juga punya istilah lain yang nyambung: Tepa Sarira. Coba taruh sepatu kamu di kaki orang lain sebelum kamu injek kepalanya. Dan yang paling penting, Aja Dumeh—jangan mentang-mentang. Mentang-mentang kamu ‘woke’, mentang-mentang kamu punya kuota dan platform, kamu merasa berhak jadi jaksa penuntut umum di media sosial. Mulat Sarira adalah rem pakem buat ‘ke-sok-tahu-an’ dan ke-sok-paling-benar-an kita.

Sebelum kamu sibuk nge-cancel orang, kamu harus cek dulu, jangan-jangan kamu punya track record yang sama jeleknya, cuma bedanya… kamu belum ketahuan aja. Ini adalah audit internal yang lebih menakutkan daripada audit keuangan akhir tahun. Kamu nggak bisa bohongin diri sendiri.

Silakan Healing, Tapi Jangan Lupa Ngaca

Jadi, silakan lanjutkan ritual “healing” kalian. Beli kopi mahal, journaling pakai pulpen fancy, atau kabur ke Bali buat workation (baca: kerja sambil FOMO).

Tapi kalau kamu beneran mau “tuh” (kata klise favorit para influencer), coba deh Mulat Sarira.

Ini gratis. Nggak perlu budget. Efek sampingnya: kemungkinan besar kamu bakal sadar kalau kamu nggak se-spesial dan se-malaikat yang kamu kira selama ini.

Ingat, Mulat Sarira bukan project sekali jadi. Ini langganan streaming penderitaan internal seumur hidup. Ini adalah maintenance harian untuk memastikan ego kamu nggak kegedean dan kamu tetap napak di bumi, bukan terbang di awan delulu kamu sendiri.

Ini adalah bentuk “self-love” yang paling jujur, tapi juga paling menyakitkan. Ini adalah dark joke dari eksistensi: kita menghabiskan seumur hidup mencari tahu siapa diri kita, hanya untuk sadar bahwa kita mungkin nggak suka sama jawabannya.

Selamat mencoba. Atau, yaudah, lanjut scroll TikTok aja. Itu jauh lebih gampang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *