ORASI

Akses Nadi Diputus! Jeritan Ratusan Warga di Balik Tembok Angkuh Kasus PENUTUPAN JALAN GWK

Selamat datang di Bali yang cerah ini. Sebuah pulau di mana Anda bisa menemukan pencerahan spiritual, pantai yang indah, dan kini, sebuah atraksi baru yang tidak ada di brosur: tembok beton raksasa yang muncul secara ajaib untuk memisahkan manusia dari tujuannya.

Ini bukan sembarang tembok. Ini adalah monumen ironi setinggi beberapa meter, berdiri megah di bawah bayang-bayang patung dewa. Mari kita sebut saja ini atraksi terbaru, sebuah program inovatif bernama penutupan jalan GWK.

Nikmati “Fitur” Barunya

Bagi sekitar 600 warga di Ungasan, program penutupan jalan GWK ini hadir dengan berbagai “fitur” menarik. Misalnya, fitur “Bonus Kardio Harian”, di mana rute ke sekolah atau pura kini di-upgrade menjadi perjalanan lintas alam yang lebih jauh dan menantang. Bagus untuk kesehatan jantung, buruk untuk ketepatan waktu.

Anak-anak mereka? Mereka beruntung mendapatkan pelajaran fundamental tentang kapitalisme jauh sebelum diajarkan di sekolah. Pelajarannya sederhana: hak milik adalah sakral, sementara jalan pintas yang sudah kau lewati seumur hidupmu adalah sebuah ilusi.

Pelajaran Kedermawanan Korporat

Manajemen GWK, dalam kemurahan hatinya, menjelaskan bahwa ini semua demi “pengamanan aset”. Tentu saja. Kita harus melindungi aset dari ancaman terbesar di muka bumi: seorang anak yang ingin cepat sampai ke sekolah atau seorang nenek yang mau ke pura. Logis sekali.

Mereka juga mengatakan sudah melakukan “sosialisasi”, sebuah ritual korporat di mana beberapa orang memberitahu banyak orang lain tentang bagaimana hidup mereka akan menjadi sedikit lebih sulit, lalu menyebutnya sebagai “diskusi yang membangun”.

Pahlawan Datang (Seperti Biasa, Agak Terlambat)

Tentu saja, sebuah drama tidak akan lengkap tanpa para pahlawan. Para anggota dewan yang terhormat pun datang, lengkap dengan kamera dan raut wajah prihatin yang sudah terlatih. Mereka melihat tembok, menyatakan tembok itu jahat, lalu mengeluarkan ultimatum yang terdengar gagah berani.

Publik terhibur. Ada secercah harapan. Karena jika ada satu hal yang lebih permanen dari beton, itu adalah janji politisi saat berhadapan dengan kamera media.

Jadi, Apa Intinya?

Pada akhirnya, kisah penutupan jalan GWK ini mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga. Bahwa di surga pariwisata sekalipun, terkadang kamu akan menemukan jalan buntu. Bukan karena takdir, tapi karena ada yang punya sertifikat tanah dan anggaran untuk membeli semen.

Jadi, siapa yang benar dan siapa yang salah? Mungkin itu pertanyaan yang salah. Pertanyaan yang lebih tepat adalah: popcorn-nya sudah siap? Karena sepertinya pertunjukan ini masih akan berlangsung lama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *